Selamat Datang Di Evert Max Tentua`s Blog..Terima Kasih Atas Kunjungannya!

Sunday 19 June 2011

PELEPASAN SOVEREIGN IMMUNITY SUATU NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

PENDAHULUAN
Penyelesaian sengketa sudah menjadi suatu permasalahan yang sulit dan ramai dibincangkan di dalam hukum internasional, yaitu terutama mengenai dapatkah suatu negara asing yang berdaulat diajukan di depan pengadilan.
Telah banyak teori-teori yang ada untuk memecahkan masalah ini seperti teori imunitas absolut dan teori restriktif.
Adapun yang dimaksud dengan teori imunitas absolut yaitu menjamin kekebalan manakala diminta oleh negara yang berdaulat, sedangkan teori restriktif yaitu yang membedakan antara tindakan publik dan tindakan privat negara yang berdaulat. 1
Tetapi inipun masih menimbulkan suatu permasalahan yang rumit untuk menyelesaikannya guna demi terwujudnya tertib hukum internasional, mengingat adanya suatu kedaulatan imunitas yang dimiliki oleh suatu negara yang merdeka dan berdaulat.
PERMASALAHAN
Adapun permasalahan mengenai dapatkah suatu negara berdaulat diajukan di depan pengadilan, dengan pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah jika negara berdaulat sebagai penggugat ?
2. Bagaimanakah jika negara berdaulat sebagai tergugat ?
3. Bagaimanakah kedaulatan imunitas menurut Tate Letter dalam tidak adanya saran dari Departemen Luar Negeri terhadap imunitas ?
PEMBAHASAN
Setiap negara yang merdeka adalah sebagai subyek hukum internasional yang selalu memiliki kedaulatan yang tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaannya sendiri yang ada di dalam batas-batas wilayahnya. 2
Ini merupakan suatu ciri pokok suatu negara yang berdaulat dengan memiliki yurisdiksi baik terhadap orang dan benda di dalam batas wilayahnya dan dalam semua perkara perdata maupun pidana yang timbul di wilayah tersebut, dan juga memiliki suatu imunitas yang tidak dapat dituntut atau digugat di muka pengadilan.
Dengan demikian dapat tidaknya suatu negara dituntut di hadapan forum pengadilan di negara asing tergantung dari adanya imunitas negara dalam status jure imperii atau jure gestionis, seperti yang dikemukakan oleh Hakim Fuller yaitu 3 :
“Every sovereign state is bound to respect the independency of every other sovereign state, and court of one country will not sit in judgment on the acts of the government of another done within its own territory”.
Keadaan ini didasari oleh teori Absolute immunity yang menyebutkan bahwa suatu negara secara mutlak kebal terhadap gugatan atau tuntutan di hadapan forum pengadilan begitu pula terhadap eksekusi dan penahanan, dengan kata lain par in parem non habet jurisdictionem. 4
Tetapi dalam perkembangan dari praktek negara-negara (yurisprudensi pengadilan) cenderung membuktikan bahwa teori imunitas absolut tersebut sudah tidak dipertahankan secara ketat, karena dapat meningkatkan pelanggaran hukum terhadap negara-negara lain. 5
Sebagai ganti dari teori imunitas absolut yaitu teori restriktif dari akibat dikeluarkannya Tate Letter 1952, yang mengumumkan suatu pergeseran kebijakan
Departemen Luar Negeri dari teori imunitas absolut ke teori restriktif.
Adapun yang dimaksud dengan teori restriktif yaitu perlindungan terhadap sesuatu negara dalam bentuk imunitas hanya diberikan apabila negara yang bersangkutan telah bertindak dalam kualitasnya sebagai suatu negara (sebagai suatu kesatuan politik) yang dalam keadaan inilah suatu negara berada dalam status jure imperii, dan sedangkan perlindungan tidak diberikan oleh suatu negara asing terhadap suatu kepentingan nasional apabila negara tersebut berada dalam status jure gestionis, yaitu sebagai pedagang yang melakukan suatu commercial act atau yang disebut sebagai tindakan privat. 6
Adanya teori restriktif seperti tersebut di atas ini masih tetap menimbulkan permasalahan di dalam penyelesaian masalah sengketa di depan pengadilan asing terhadap negara berdaulat dalam hal melakukan tindakan publik maupun dalam tindakan privat.
1. Negara Berdaulat Sebagai Penggugat :
Apabila suatu negara berdaulat secara suka rela mengajukan gugatan di pengadilan di negara lain, maka di sini negara penggugat dianggap sebagai telah menundukkan dirinya terhadap prosedur dan aturan-aturan keputusan yang mendasar srta yang menguasai forum dimana gugatan itu dimasukkan.
Dengan diajukan gugatan oleh negara berdaulat di suatu pengadilan negara lain, maka dianggap pula sebagai pelepasan yurisdiksi imunitas (kekebalan), akan tetapi imunitas dari eksekusi tidak sama-sama dilepaskan, lihat pada kasus National City Bank of New York v. Republic of China, 348 U.S. 356 (1955) dan kasus Et Ve Balik Kurumu v. B.N.S. Int’l Sales Corp, 204 N.Y.S. 2d 971 (Sup. Ct. 1960).
Di sini negara sebagai penggugat telah melepaskan imunitasnya, tetapi negara tergugat tetap memiliki imunitasnya selama tidak melakukan tindakan privat, dengan demikian teori imunitas absolut tetap berlaku di samping itu teori restriktif digunakan.
2. Negara Berdaulat Sebagai Tergugat :
Dalam hal negara berdaulat sebagai tergugat dapat dibagi dalam 2 (dua) hal yaitu sebagai berikut :
a. Penundukan diri negara terhadap yurisdiksi kedaulatan wilayah setelah perkara diajukan.
Penundukan diri ini dapat dilakukan secara terang-terangan dan diam-diam. Di dalam penundukan diri secara terang-terangan belum ditemukan kasusnya, tetapi penundukan diri secara diam-diam yaitu seperti dalam kasus Flota Maritima Browning de Cuba v. Motor Vessel Cindad de la Habana, 335 F. 2d 619 (4th Cir. 1964).
Mengenai penundukan diri setelah perkara diajukan yang dilakukan secara terang-terangan yaitu apabila negara yang berdaulat tersebut memang melepaskan imunitasnya melalui surat pernyataan, sedangkan yang dilakukan secara diam-diam yaitu apabila 7 :
i. Tidak adanya permintaan kedaulatan imunitas di pengadilan.
ii. Tidak adanya surat penegasan kedaulatan imunitas dari Departemen Luar Negeri.
iii. Telah melebihi dari waktu 2 (dua) tahun diajukannya perkara.
iv. Negara tergugat bersifat unfriendly power.
v. Negara tergugat melakukan transaksi komersial yang termasuk status jure gestionis.

b. Penundukan diri negara terhadap yurisdiksi kedaulatan wilayah sebelum perkara diajukan.
Penundukan diri inipun dapat dilakukan secara terang-terangan maupun diam-diam. Penundukan diri secara terang-terangan yaitu dapat melalui perjanjian internasional antara negara-negara atau melalui transaksi antara negara berdaulat dengan calon penggugat. 8
Penundukan diri secara terang-terangan ini tidak menimbulkan suatu permasalahan, karena memang telah diperjanjikan terlebih dahulu apabila terjadi suatu sengketa.
Berbeda dengan penundukan diri secara diam-diam, yaitu digunakan untuk mengalihkan dari teori imunitas absolut ke teori restriktif. Dasar pemikirannya adalah bahwa suatu negara yang berdaulat dengan memasuki suatu hubungan yang bersifat privat, maka dengan demikian menunjukkan adanya pelepasan imunitasnya, begitu pula seperti yang dianut oleh Pengadilan di negara Amerika Serikat. 9
3. Kedaulatan Imunitas Menurut Tate Letter Dalam Tidak Adanya Saran Dari Departemen Luar Negeri Terhadap Imunitas :
Suatu perbuatan yang dilakukan oleh suatu negara berdaulat yang tidak dapat diajukan ke muka pengadilan apabila melakukan perbuatan publik seperti 10 :
a. Perbuatan administrasi seperti pengusiran orang asing.
b. Perbuatan legislatif seperti nasionalisasi.
c. Mengenai perbuatan angkatan bersenjata.
d. Mengenai perbuatan aktivitas diplomatik.
e. Pinjaman-pinjaman negara.
Sedangkan di luar perbuatan seperti tersebut tersebut di atas ini masuk dalam kategori perbuatan privat, dimana dapat dilakuikan gugatan di muka pengadilan.
Tetapi di dalam praktek adakalanya terjadi suatu pengadilan menunggu saran dari badan Eksekutif khususnya dari Departemen Luar Negeri, karena pengadilan menghormati keputusan Eksekutif tersebut.
Di dalam Tate Letter disebutkan bahwa suatu pengadilan yang akan memutuskan mengenai gugatan negara yang berdaulat terhadap kedaulatan imunitas akan tetapi Departemen Luar Negeri tidak memberi saran dan ijin terhadap gugatan tersebut, maka diberikalah kebijakan kepada pengadilan untuk menggunakan teori restriktif, yaitu dimana pengakuan imunitas dihormati bila itu tindaskan politik (jure imperii) dari suatu negara, akan tetapi tidak dihormati apabila itu merupakan tindakan privat (jure gestionis) atau perbuatan yang bersifat commercial.
Perlu pula untuk diketahui bahwa imunitas tertentu saja yang diberikan kepada 11 :
a. Negara asing serta Kepala Negara asing.
b. Wakil-wakil diplomatik.
c. Public ships dari negara asing.
d. Angkatan bersenjata negara asing.
e. Lembaga-lembaga internasional.
KESIMPULAN
Suatu negara berdaulat dapat diajukan ke pengadilan apabila negara tersebut tidak bertindak sebagai suatu negara (kesatuan politik) melainkan sebagai pedagang yang melakukan commercial act atau yang disebut sebagai tindakan privat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kedaulatan imunitas suatu negara dapat ditinjau dari tindakan-tindakannya seperti tindakan publik atau tindakan privat.
DAFTAR CATATAN KAKI
1. Yudha Bhakti., Perkembangan Arti Kedaulatan Negara Dalam Praktek Internasional, Majalah Pro Justitia, F.H. Undap, Bandung, Nomor 17, Maret 1982, hlm. 27., 26 Dep’t State Bull. 984 (1952).
2. Mochtar Kusumaatmadja., Pengantar Hukum Internasional, Buku I – Bagian Umum, Binacipta, Bandung, Oktober 1981, hlm. 17.
3. Sudargo Gautama., Segi-Segi Hukum Internasional Pada Nasionalisasi Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1975, hlm. 43.,
4. J.G. Starke., Introduction to International Law, Butterworth, London, 1988, p. 195., H.F. van Panhuys., In the Borderland between the Act od State Doctrine and Questions of Jurisdictional Immunities, I.C.L.Q., Vol. 13, Oct 1964, p. 1195.
5. Sudargo Gautama., Hukum Perdata Dan Dagang Internasional, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 4., H.F. van Panhuys., loc cit.
6. Sudargo Gautama., supra note 5, hlm. 4.

Seja o primeiro a comentar

Post a Comment

Evert Max Tentua © Layout By Hugo Meira.

TOPO